ARTIKEL DOSEN – SISI GELAP PEMBANGUNAN EKONOMI

Published by BIDANG MULTIMEDIA HIMAEP UNISBA on

Spread the love

Penulis : Dr.  Asnita Frida B.R. Sebayang, S.E., M.SI.

Sendi-sendi perekonomian dunia saat ini sedang diuji kemampuannya untuk bertahan menghadapi pandemi Covid-19. Ekonomi global yang begitu menggurita dengan konsep spesialisasi, teknologi, kreativitas, inovasi tingkat global, kekuatan pasar keuangan & pasar modal, menghadirkan perusahaan-perusahaan yang mampu bertransaksi tanpa batas geografi, memutar uang dengan digit optimum. Tanpa kita sadari atau sadar tapi tidak mau tahu, ada sektor-sektor ekonomi domestik yang tumbuh besar tetapi tidak lebih seperti “buble”, rentan & mudah roboh.

Salah satunya adalah industri manufaktur dalam negeri. Perdagangan internasional memang sangat menggiurkan. Lalu lintas bahan material dan berbagai produk akhir dapat dengan mudah pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kemudahan pertukaran didukung oleh kemajuan sistem transportasi yang semakin efisien dari waktu ke waktu. Produksi yg super efisien di satu negara bahkan dengan cepat menginvasi material lokal, membuat ketergantungan kita menjadi sangat sangat tinggi terhadap negara-negara tertentu. Bahkan sering membuat lupa bahwa local content bukan hanya persoalan subsitusi tetapi persoalan keberlanjutan industri dalam negeri, sekarang & nanti. Sayangnya kita sudah  memisahkan dua Kementerian ini lumayan lama. Secara kelembagaan karakter keduanya memang berbeda tetapi fungsi strategisnya penting dibuat jembatan penghubungnya. Impiannya sama, industri dalam negeri berjaya, perdagangannya  kuat. Tidak hanya mampu mengimpor sejumlah material strategis juga mampu menaikkan kapasitas ekonomi lokal yang tentunya akan memperkuat pendapatan rumah tangga domestik. Pada kondisi seterpuruk apapun, pada titik terendah, kapasitas ekonomi domestik yang kuat & tidak sepenuhnya bergantung  pada industri global lebih mampu untuk bangkit lebih cepat dari lembah krisis/depresi ekonomi.

Contoh konkrit yang paling sederhana, saat ini sejumlah industri manufaktur (non migas) bukan tidak mau berproduksi seperti biasa, dengan harga biasa. Lalu lintas perdagangan internasional yang selama ini lancar mulai ada sumbatan. Tidak hanya 1-2 bahan baku yang mengandalkan produk impor, tetapi banyak.  Indonesia tidak sendiri, negara lain pun menghadapi persoalan yang sama karena tidak mudah untuk unggul di semua aspek, tidak mudah menghasilkan semua bahan baku di era spesialisasi ini. Imbasnya, begitu gangguan pasok 1-2 bahan baku akibat terhentinya proses produksi, harga-harga akan terdorong naik. Kelangkaan mau tidak mau memaksa harga naik. Butuh intervensi skala besar (ujung-ujungnya anggaran besar). Mengapa? Setiap pergerakan harga yg drastis, maka akan diikuti dengan subsidi skala besar untuk memastikan harga kembali di tingkat rasional.

Penderitaan ekonomi ditambah lagi oleh perilaku para “free rider” yang selalu hadir untuk memanfaatkan celah ketidakpastian. Para pelaku yang “rakus” ini menjadikan pandemi sebagai alat menumpuk kekayaan, memperbesar kapital. Tidak ada yang bisa mengendalikan kecuali sisi kemanusiaannya tersentuh. Tidak semua orang baik, tidak semua pelaku ekonomi punya motif yang sama. Pada kondisi seperti ini, pemerintah tidak cukup, harus melibatkan gerakan sosial, mengucilkan para “pecundang” hingga kondisi ekonomi kembali normal.

Ekonomi akan terlalu lelah jika banyak kucuran dana dialokasikan untuk intervensi harga. Banyak kepentingan yang lebih besar. Sesungguhnya Covid-19 mengajarkan banyak hal bagi penataan ekonomi masa depan. Perdagangan global memang penting, tetapi mempertahankan ekonomi subsisten juga tidak kalah penting. Bangun ketahanan material lokal, produk lokal dari hulu ke hilir. Dongkrak riset-riset dasar dalam negeri agar terkait dengan industri dalam negeri. Buang jauh-jauh perilaku konsumtif, ganti dengan ruang produktif. Gunakan anggaran pemerintah menyasar penyelesaian persoalan sampai ke akar-akarnya, jangan heboh menyelesaikan persoalan di permukaan. Tempatkan industri lokal di garda terdepan, sinergi dengan para marketer merah-putih. Lakukan market intelligent agar produk dalam negeri menguasai pasar.

Ekonomi tidak secantik yg selalu dipandang dengan angka pertumbuhan. Ia penuh dengan berbagai intrik untuk saling menguasai dengan cara yang paling halus & terkadang terlihat “berkelas”. Dipenuhi oleh para mafioso ekonomi berwajah  innocent. Tapi percayalah, dibalik sisi gelapnya, ekonomi selalu menjadi primadona. Membuat seluruh orang sumringah melihat lembaran rupiah yg bertambah. Membuat keluarga-keluarga bertambah index kebahagiaannya.

#dirumahaja

Categories: Artikel Dosen

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *